KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah kami ucapkan serta puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada kami sehingga makalah ini dapat
terwujud dan bermanfaat untuk kita semua dalam rangka meningkatkan kualitas pengetahuan
kita.
Penyusunan
makalah ini merupakan proyek dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran
mahasiswa yang dapat diharapkan sangat bermanfaat bagi siswa untuk memahami:
PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA ( PERJALANAN KURIKULM MATEMATIKA MENUJU KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN).
Makalah ini, masih memiliki
kekurangan disana sini, sehingga masih memerlukan penyempurnaan dimasa
mendatang. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dosen Pembimbing mata kuliah ini yang telah memberi bimbingan dan arahan,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kemudian penyusun juga mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan yang turut membantu proses penyususnan makalah
ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
PENDAHULUAN
Suka
atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari
bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam
pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari.
Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain,
seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun
matematika sendiri.
Mungkin
diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan
komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang?
Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan
yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga
menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep
matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada.
Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran
matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA (PERJALANAN KURIKULUM MATEMATIKA MENUJU KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN)
SELAYANG PANDANG PERJALANAN KURIKULUM
NASIONAL
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi
logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
MATEMATIKA TRADISIONAL
Setelah
Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun
program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan
cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi konsensus
masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika urutan
dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk
pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan
yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan
lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih
menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu
dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan
kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan
tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan
operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi,
tambah dan kurang. ,maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung
maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak
dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan
kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12:3 jawabanya adalah 4,dengan tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan 9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
12:3 jawabanya adalah 4,dengan tanpa memberi tanda kurung , soal di atas ekuivalen dengan 9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara
itu cabang matematika yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah aljabar
dan geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri
ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas
adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit
geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan
geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam
kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODERN
Pengajaran
matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model
pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di
Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani
sejata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan
pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar
oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel,
R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran
matematika.
W
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna
dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan terori Gestalt yang muncul sekitar
tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering
disebut drill adalah sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setalah
tertanam pengertian pada siswa.
Dua
hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika dalam
negeri, berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan
pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin
tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan
teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat
menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut, munculah kurikulum 1975 dimana
matematika saat itu mempnyai karakteristik sebagai berikut ;
1. Memuat topik-topik dan pendekatan
baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem
numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
2. Pembelajaran lebih menekankan
pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan
berhitung.
3. Program matematika sekolah dasar dan
sekolah menengah lebih continue
4. Pengenalan penekanan pembelajaran
pada struktur
5. Programnya dapat melayani kelompok
anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7. Pusat pengajaran pada murid tidak
pada guru.
8. Metode pembelajaran menggunakan meode
menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
9. Pengajaran matematika lebih hidup dan
menarik.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MASA KINI
Pembelajaran
matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini merupakan gerakan
revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika
pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara
maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman
barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa
hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan
matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam
negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut
antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah
dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di
satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara
belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum
tersebut.
Dalam
kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain
yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang
sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan
siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.
Sementara
itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan
hal-hal sebagai berikut;
1.Guru
supaya meningkatkan profesinalisme
2.Dalam buku paket harus dimasukkan
kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
3.Sikronisasi
dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
4
Pengevaluasian hasil pembelajaran
5.Prinsip
CBSA di pelihara terus
KURIKULUM 1968 DAN SEBELUMNYA
Awalnya
pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan
kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development
conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia
yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah
Rentjana
Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
Usai
tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem
kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok
pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964,
yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari
segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan
keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
KURIKULUM 1975
Kurikulum
1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di
antaranya sebagai berikut.
Ø Berorientasi
pada tujuan
Ø Menganut
pendekatan integrative
dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang
kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Ø Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Ø Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya
tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku
siswa.
Ø Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill)
Kurikulum
1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang
umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan
politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum
1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum
1975 oleh kurikulum 1984.
KURIKULUM 1984
Secara
umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah
sebagai berikut.
Ø Terdapat
beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah
Ø Terdapat
ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik
Ø Terdapat
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
Ø Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
Ø Pelaksanaan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang
berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat
atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
Ø Pengadaan
program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
Atas
dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan
masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum
1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan
kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap
kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø Berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang
harus dicapai siswa.
Ø Pendekatan
pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
Ø Materi
pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin
dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Ø Menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang
dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan
latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Ø Materi
disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi
pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret,
semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari
contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana
menuju ke kompleks.
Ø Menggunakan
pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat
mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan
keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam
mencapai tujuan pelajaran.
KURILKULUM TAHUN1994
Kegiatan
matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan
hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti
olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah
19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia
menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali
adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia
tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang
medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan
siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan
tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah
kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan problem-probelmke
hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah berusaha
mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan
problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam
kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas,
struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi
keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika
kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran
matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal
kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik
disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa
mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
KURIKULUM TAHUN 2004
Setelah
beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994,
pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid
secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan
rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman
pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi
perhatian.
Para
siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya,
mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari
siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru.
Pembelajaran seperti paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang
kurang terampil secara matematis dalam menyelesaikan persoalah-persoalan
seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat
bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun
2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain;
1. Melatih cara berfikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan iskonsistensi
2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang
melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen,
orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3.
Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah
4. Mengembangkan kewmapuan menyampaikan
informasi atau mengkomunikasikan gagasan
antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam
menjelaskan gagasan.
Sementara
itu secara umum prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa
mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan
belajar. Siswa tidak diperkenankan mengikuti pelajaran berikutnya sebelum
menuntaskan pelajaran sebelumnya. Dengan demikian remedial-remedial akan sering
dijumpai terutama siswa yang sering tidak tuntas dalam belajarnya.
KURIKULUM TAHUN 2006 (KTSP)
KONSEP
DASAR KTSP
Dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1 ayat 15) dikemukakan bahwa kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing masing satuan pendidikan. Penyusunan ktsp dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan
dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
KTSP
merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang
efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigm baru pengembangan
kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan perlibatan
pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajardi
sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki
keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat.
KTSP
adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi
yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.
Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan otonomi yang lebih
besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan
masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas, efisien, dan pemerataan
pendidikan.
KTSP
merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada
sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan
potensi, tuntutan, dan kebutuhan masing masing. Otonomi dalam pengembangan
kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisifasi langsung kelompok
kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan,
khususnya kurikulum. Pada system KTSP,sekolah memiliki “full authority and
responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi,
misi dan tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi,
menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan
lingkungan sekitar, serta mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat dan
pemerintah. Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Badan ini merupakan lembaga
yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi
pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan
daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik,
dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah
berdasarkan ketentuan ketentuan tentang pendidikan yang berlaku. Selanjutnya
komite sekolah perlu menetapkan visi,misi dan tujuan sekolah dengan berbagai
implikasinya terhadap program program kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan sekolah.
TUJUAN
KTSP
Secara
umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga
pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
KESIMPULAN
Dari paparan di atas terlihat
bagaimana lika-liku perkembangan matematika mulai dari matematika tradisional
yang begitu sederhana, hanya sekedar melatih hafalan dan melatih kemampuan
otak. Kemudian berkembang agak maju lagi dengan munculnya terori pembelajaran
dari para ahli psikologi. Teori ini mempengaruhi pembelajaran matematika dalam
negeri yang akhirnya pemerintah mengeluarkan kurikulum baru, yang disesuaikan
dengan penemuan teori pembelajaran yang muncul.
Tidak
hanya sampai disitu perkembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi internasional. Terbukti diera 1980-an dengan merebak dan maraknya
teknologi kalkulator dan komputer akhirnya memaksa pemerintah melaunching
kurikulum baru yang sesuai dengan perkembangan jaman, lahirlah kurikulum 1984.
Sepuluh tahun kemudian pemerintah juga menyempurnakan lagi kurikulum tersebut
dengan kurikulum 1994. Kemudian pada tahun 2004 keluar kurikulum yang dikenal dengan
kurikulum bebrbasis kompetensi, dan yang terbaru pada tahun 2006 terkenal
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Prinsip dasar dari kurikulum tersebut
adalah bahwa setiap siswa mampu mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan
mereka dalamketuntasan belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
As’ari,
A.R., 2000, Peningkatan Mutu Pendidikan Matematika Makalah disajikan
pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Matematika pada
Pendidikan Dasar, Malang: UM Malang.
Krismanto,
Al, 2000, Penilaian Bahan Penataran Guru SLTP, Yogyakarta: PPPG
Matematika Yogyakarta.
Winataputra,
H. Udin S., 1997, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka
http://alumni-xaverius.zai.web.id)
No comments:
Post a Comment